Pages

Jumat, 14 Maret 2008

Panen Panen .....

Bulan bulan ini adalah masa (musim) panen di desa ini ….  Yang menjadi catatan adalah meningkatnya panen padi secara umum di desa ini. Pada acara panen raya kalau tidak salah di Desa Wareng dan satu lagi di suatu kecamatan di Semanu, Bapak Suharto – bupati gunungkidul red) ngendika aken bahwa secara umum di kabupaten Gunungkidul panen padi meningkat. Bahkan menurut hitung hitungan Dinas pertanian dengan kenaikan ini diperkirakan terdapat surplus beras untuk Kabupaten ini sebanyak 140 000 ton – luar biasa ya dari suatu kabupaten yang terkenal kurang mampu mencukupi kebutuhan berasnya di tahun tahun sebelumnya

 

Ternyata bibit padi varietas ciherang yang dibagi bagikan gratis kepada masyarakat petani se Gunungkidul ada manfaatnya

 

Syukur. Sedikitnya saya ikut bersyukur walaupun sawah simbok saya dan tetangga tidak seberuntung petani padi di desa lain.

 

Kemudian yang masih menjadi pemikiran Bapak Bupati adalah bagaimana membuat lumbung lumbung beras di gunungkidul, sehingga dimusim paceklik nanti –musim kemarau—kebutuhan beras bisa terpenuhi. Artinya bagaimana kesiapan Bulog untuk meregulasi harga gabah. Apakah bulog telah siap untuk membeli harga gabah dengan harga yang wajar. Kalau saja bulog tidak mampu mungkin petani akan memilih untuk menjual gabahnya ke pedagang atau pengepul dari luar Gunungkidul. Mengingat pada musim panen kali ini secara nasional terjadi penurunan. Setidaknya yang bisa dibaca pada tajuk rencana Kompas hari Rabu, 12 maret 2008 yang lalu.

 

Tindakan antisipatif seperti ini tentu saja harus dipikirkan mulai sekarang. Selain menjadi tugas pemerintah tentu saja kesadaran masyarakat untuk menjaga kebutuhan beras mereka untuk setidaknya 6 bulan yang akan datang akan membawa dampak yang berbeda.

 

Saya ingat ketika masih kecil, disetiap rumah atau paling tidak beberapa terdapat dalam setiap dusunya lumbung paceklik –istilah untuk gudang penyimpan bahan makanan yang dipersiapkan untuk musim kemarau panjang (mongso pakeklik) walaupun sepertinya keberadaanya saat ini sudah hilang ditelan bumi. Mungkin saja saat ini masyarakat makin manja atau termanjakan dengan keberadaan program Beras Miskin (RASKIN). Kemandirian mereka yang tumbuh sejak jaman kolonial rupanya telah layu oleh program pemerintah yang kurang komprehensif. Mengapa pemerintah dalam program pengentasan kemiskinanya tidak dipadukan dengan mengedukasi masyarakat untuk menjadi mandiri.

 

Tindakan antisipatif untuk menjaga ketahanan pangan juga sudah sangat kentara ditunjukan oleh negara negara yang selama ini meng ekspor berasnya ke Indonsia seperti Thailand dan Philipina. Mereka sudah melangkah dengan meninjau ulang ekspor berasnya keluar negeri. Mudah ditebak tujuanya adalah untuk memenuhi ketercukupan beras dalam negeri mereka sendiri.

 

*****

Kemudian jagung, walaupun produksi jagung tahun ini rata rata tidak sebanyak tahun kemarin, mengingat curah hujan yang kurang bersahabat dengan jagung. Istilah jawanya “kebaceken” terlalu banyak curah hujan. Walapun tetep panen

 

Harga jual dari petani yang saya amati dari pasar tradisional terdekat adalah sekitar Rp 1400 pernah beberapa hari yang lalu sempat turun sampai angka Rp 1000 / kg nya. Menyedihkan ya. Padahal selama ini pabrikan roti masih mengimpor jagung dari negeri Paman Syam. Dan untuk tahun tahun ini Paman sepertinya juga harus mengurangi jumlah ekspor jagungnya karena jagung akan dialih fungsikan. Harga minyak dunia yang terbang tinggi telah memaksa Paman kita ini untuk memproduksi BIO Karosen – bahan bakar dari tumbuhan, termasuk dari jagung, cassava dan lain lain

 

Terus mengapa harga jagung dari tingkat petani tidak juga beranjak naik?

 

Sebagian besar petani desa (petani kita) adalah petani tradisional mereka tidak mempunyai teknologi pasca panen, tidak bisa mengendalikan kualitas jagung mereka, tidak bisa mengukur kadar air ideal pada jagung [Kasian juga ya … salah siapa nih]. Sehingga para tengkulakpun kesulitan untuk menjual jagung jagung ini pada industri yang membutuhkan.

 

“Selain kualitas yang buruk, mereka tidak menjualnya bersama sama sehingga untuk mendapatkan jagung kering 8  - 10 ton saja kesulitan” ujar salah satu pengepul di pasar desa

 

Petani tradisional memaksakan diri menjual jagung yang belum sepenuhnya kering dan layak jual. Alasanya klasik ya. Itulah satu satunya yang ia punya yang dapat di uangkan untuk sekedar mencukupi kebutuhan makan atau kebutuhan sekolah anak anaknya. Hm …

 

Tidak cuman jagung, kedelai, kacang tanah dan lain lain mereka perlakukan dengan serupa, proses asca panen yang kurang maksimal dan …..

 

 

 

Tidak ada komentar: